Rabu, 23 Februari 2011

Obat Penyakit Hati

Abdul Majid Bin Abdul Aziz Az-Zahim

1- Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَاأَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepada kalian sebuah peringatan dari Tuhan, juga penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam hati dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (Qs. Yunus ayat 57).
2- Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam selalu berdoa dengan kata-kata dibawah ini:
((يَا مُقَلِّبَ اْلقُـلُوْبِ، ثَبِّتْ قَلْبِيْ عَلَى دِيْنِكَ))
“Wahai Dzat yang Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku atas agama-Mu.” (HR. At-Tirmidzi: 2/20, Syaikh Al-Albani berkata: ini adalah hadits sahih).
Beliau banyak membaca doa diatas, terutama ketika sujud. Beliau tahu bahwa hati jika benar-benar baik, niscaya seluruh anggota tubuh menjadi baik pula. Tapi jika rusak, maka anggota tubuh lainnya tidak dapat lagi terselamatkan, karena sudah pasti rusak.

3- Sebagian ulama` mengatakan bahwa obat penawar yang bisa menyembuhkan penyakit hati ada Lima: (1) Membaca Al-Qur`an dengan tadabbur. (2) Perut yang senantiasa kosong (sering berpuasa). (3) Mengerjakan shalat malam. (4) Tunduk istighfar kepada Allah di waktu sahur. (5) Dan duduk atau berteman dengan orang-orang saleh.
Seorang penyair berkata:
دَوَاءُ قَلْبِكَ خَمْسَةٌ عِنْدَ قَسْوَتِهِ فَدُمْ عَلَيْهَا تَفُزْ بِالْخَيْرِ وَالظَّفَرِ
خَلاَءُ بَطْنٍ وَقُرْآنٌ تَدَبَّرْهُ كَذَا تَضَرُّعُ بَاكٍ ساَعَةَ السَّحَرِ
كَذَا قِيَامُكَ جَنَحَ الَّليْلِ أَوْسَطَهُ وَأَنْ تُجَالِسَ أَهْلَ الْخَيْرِ وَاْلخِبَرِ
Penawar hatimu saat sedang membatu ada lima…
Tetapilah kelima hal itu, niscaya kamu beruntung dengan memperoleh banyak kebaikan dan kemenangan.
Yaitu kosongnya perut, dan Al-Qur`an itu..tadabburilah
Demikian pula, selalulah tunduk dan menangis di waktu sahur
Juga shalatmu di tengah malam.
Dan berkumpul dengan orang-orang baik yang banyak ilmunya.

4- Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:
إِذَا أَصْـبَحَ اْلعَبْدُ وَأَمْسَى وَلَيْسَ هَمُّهُ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ.. تَحَمَّلَ اللهُ سُبْحَانَهُ حَوَائِجَهُ كُلَّهَا.. وَحَمَلَ عَنْهُ كُلَّ مَا أَهَمَّهُ.. وَفَرَّغَ قَلْبَهُ لِمَحَبَّتِهِ.. وَلِسَانَهُ لِذِكْرِهِ.. وَجَوَارِحَهُ لِخِدْمَتِهِ وَطَاعَتِهِ.
Jika seorang hamba di waktu pagi dan sore, tidak ada yang ia fikirkan kecuali hanya Allah, niscaya Allah menanggung (menjamin) segala kebutuhannya, menghilangkan segala kegelisahan, dan menjadikan hatinya senantiasa mencintai-Nya. Lidahnya dibuat selalu berdzikir pada-Nya. Dan seluruh anggota tubuhnya dibuat hanya bergerak dalam melayani dan mentaati Allah.
وَإِذَا أَصْـبَحَ وَأَمْسَى وَالدُّنْيَا هَمُّهُ.. حَمَّلَهُ الله ُهُمُوْمَهَا وَغُمُوْمَهَا وَأَنْكَادَهَا.. وَوَكَّلَهُ إِلَى نَفْسِهِ.. فَشَغَّلَ قَلْبَهُ عَنْ مَحَبَّتِهِ بِمَحَبَّةِ اْلخَلْقِ، وَلِسَانَهُ عَنْ ذِكْرِهِ بِذِكْرِهِمْ، وَجَوَارِحَهُ عَنْ طَاعَتِهِ بِخِدْمَتِهِمْ وَأَشْغاَلِهِمْ.. فَهُوَ يَكْدَحُ كَدْحَ حِمَارِ اْلوَحْشِ فِيْ خِدْمَةِ غَيْرِهِ.. كَالْكِيْرِ يَنْفُخُ بَطْنُهُ.. وَيَعْصِرُ أَضْلاَعَهُ فِيْ نَفْعِ غَيْرِهِ، فَكُلُّ مَنْ أَعْرَضَ عَنْ عُبُوْدِيَّةِ اللهِ وَطَاعَتِهِ وَمَحَبَّتِهِ، بُلِيَ بِعُبُوْدِيَّةِ اْلمَخْلُوْقِ وَمَحَبَّتِهِ..
Tetapi jika di pagi dan sore hari yang ia fikirkan hanyalah dunia, niscaya Allah menimpakan segala kesedihan, kegelisahan dan malapetaka padanya. Ia diserahkan kepada dirinya. Sehingga hatinya sibuk dengan mencintai makhluk dan tidak mencintai Allah. Lidahnya hanya mengingat mereka tidak mengingat Allah. Seluruh anggota tubuhnya hanya melayani dan mentaati makhluk, tidak melayani atau mentaati-Nya. Ia bekerja keras seperti seekor keledai yang sibuk melayani orang lain. Ia seperti alat peniup api (milik pandai besi) yang mengembangkan perut dan menghimpit tulang-tulangnya demi melayani orang lain. Maka siapa pun yang berpaling dari beribadah kepada Allah, dari ketaatan dan mencintai-Nya, ia pasti diuji dengan menjadi hamba bagi makhluk dan hanya mencintai mereka.
قَالَ تَعَالَى: وَمَنْ يَعْشُ عَنْ ذِكْرِ الرَّحْمَنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ
Allah Berfirman: “Barangsiapa berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Al Qur’an), Kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan), maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya.” (Qs. Az-Zukhruf ayat 36).
Beliau (Ibnul Qayyim) juga berkata:
اُطْلُبْ قَلْبَكَ فِيْ ثَلاَثِ مَوَاطِنَ: عِنْدَ سَمَاعِ اْلقُرْآنِ، وَفِيْ مَجَالِسِ الذِّكْرِ، وَفِيْ أَوْقَاتِ اْلخُلْوَةِ، فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فِيْ هَذِهِ اْلمَوَاطِنَ، فَسَلِ اللهَ أَنْ يَمُنَّ عَلَيْكَ بِقَلْبٍ، فَإِنَّهُ لاَ قَلْبَ لَكَ.”
Carilah hatimu pada tiga tempat: (1) saat mendengarkan Al-Qur`an, (2) ketika dalam majlis dzikir, dan (3) di saat sedang menyendiri. Jika kamu tidak mendapatinya pada ketiga tempat tadi, maka memohonlah kepada Allah agar kamu diberi hati, karena kamu tidak memiliki hati lagi.

Dinukil dari `Ilaaju Al-Amroodhi Bi Al-Qur`aani Wa As-Sunnah karya Syaikh Abdul Majid bin Abdil Aziz az-Zahim, dimuroja’ah oleh al-‘Allamah ‘Abdul Muhsin al-‘Ubaikan, Maktabah Darul Arqom, 1414/1994.
Seterusnya - Obat Penyakit Hati

Minggu, 06 Februari 2011

Teladan dari Generasi Salaf

Allah Ta`ala berfirman dalam kitab-Nya:
Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga, di bawahnya banyak sungai mengalir; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar. (QS. At-taubah : 100) 
 
Dalam ayat di atas Allah Subhanahu wa Ta`ala memberi pujian kepada para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dalam kebaikan. Merekalah generasi terbaik yang dipilih oleh Allah sebagai pendamping nabi-Nya dalam mengemban risalah  ilahi.
 
Pujian Allah tersebut, sudah cukup sebagai bukti keutamaan atau kelebihan mereka. Merekalah generasi salaf yang disebut sebagai generasi Rabbani yang selalu mengikuti  jejak langkah Rasulullah Shallallahu `alaihiwa sallam.
 
Dengan menapak tilasi jejak merekalah, generasi akhir umat ini akan bisa meraih kembali masa keemasannya. Sebagaimana dikatakan oleh Imam Malik rahimahullahTidak akan baik generasi akhir umat ini kecuali dengan apa yang membuat  generasi awalnya menjadi baik. Sungguh sebuah ucapan yang pantas ditulis dengan tinta emas. Jikalau umat ini mengambil generasi terbaik itu sebagai teladan dalam segala aspek kehidupan niscaya kebahagiaan akan menyongsong mereka.
 
Dalam kesempatan kali ini, kami akan mengupas bagaimana para salaf menyucikan jiwa mereka, yang kami nukil dari petikan kata-kata mutiara dan hikmah yang sangat berguna bagi kita.
 
Salaf dan Tazkiyatun Nufus
 
Salah satu sisi ajaran agama yang tidak boleh terlupakan adalah tazkiyatun nufus (penyucian jiwa). Allah selalu menyebutan tazkiyatun nufus bersama dengan ilmu.  Allah berfirman:
Sebagaimana Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang  membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al-Kitab dan Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum  kamu ketahui. (QS. Al-Baqarah : 151)
Artinya, ilmu itu bisa jadi bumerang bila tidak disertai dengan tazkiyatun nufus. Oleh sebab itu dapat kita temui dalam biografi ulama salaf tentang kezuhudan,  keikhlasan, ketawadhu`an dan kebersihan jiwa mereka. Begitulah, mereka selalu saling mengingatkan tentang urgensi tazkiyatun nufus ini. Dari situ kita dapati ucapan-ucapan ulama salaf sangat menghunjam ke dalam hati dan penuh dengan hikmah. Hamdun bin Ahmad pernah ditanya: Mengapa ucapan-ucapan para salaf lebih bermanfaat daripada ucapan-ucapan kita? beliau menjawab: Karena mereka berbicara untuk kemuliaan Islam, keselamatan jiwa dan mencari ridha Ar-Rahman, sementara kita berbicara untuk kemuliaan diri, mengejar dunia dan mencari ridha  manusia!
 
Salaf dan Kegigihan Dalam Menuntut Ilmu
 
Imam Adz-Dzahabi berkata: Ya`qub bin Ishaq Al-Harawi menceritakan dari  Shalih bin Muhammad Al-Hafizh, bahwa ia mendengar Hisyam bin Ammar berkata:  Saya datang menemui Imam Malik, lalu saya katakan kepadanya: Sampaikanlah kepadaku beberapa hadits! Beliau berkata: Bacalah!
Tidak, namun tuanlah yang membacakannya kepadaku! jawabku.
Bacalah! kata Imam Malik lagi. Namun aku terus menyanggah beliau. Akhirnya ia berkata: Hai pelayan, kemarilah! Bawalah orang ini dan pukul dia lima belas kali! Lalu pelayan itu membawaku dan memukulku lima belas cambukan. Kemudian ia membawaku kembali kepada beliau. Pelayan itu berkata: Saya telah mencambuknya! Maka aku berkata kepada beliau: Mengapa tuan menzhalimi diriku? tuan telah mencambukku lima belas kali tanpa ada kesalahan yang kuperbuat? Aku tidak sudi memaafkan tuan!
Apa tebusannya? tanya beliau.
Tebusannya adalah tuan harus membacakan untukku sebanyak lima belas hadits! jawabku. Maka beliaupun membacakan lima belas hadits untukku. Lalu kukatakan  kepada beliau: Tuan boleh memukul saya lagi, asalkan tuan menambah hadits untukku! Imam Malik hanya tertawa dan berkata: Pergilah!
 
Salaf dan Keikhlasan
 
Generasi salaf adalah generasi yang sangat menjaga aktifitas hati. Seorang lelaki pernah bertanya kepada Tamim Ad-Daari tentang shalat malam beliau. Dengan marah ia berkata: Demi Allah satu rakaat yang kukerjakan di tengah malam  secara tersembunyi, lebih kusukai daripada shalat semalam suntuk kemudian pagi harinya kuceritakan kepada orang-orang!
 
Ar-Rabi` bin Khaitsam berkata: Seluruh perbuatan yang tidak diniatkan mencari ridha Allah, maka perbuatan itu akan rusak!
 
Mereka tahu bahwa hanya dengan keikhlasan, manusia akan mengikuti, mendengarkan dan mencintai mereka. Imam Mujahid pernah berkata: Apabila seorang hamba menghadapkan hatinya kepada Allah, maka Allah akan menghadapkan hati manusia  kepadanya.
 
Memang diakui, menjaga amalan hati sangat berat karena diri seakan-akan tidak mendapat bagian apapun darinya. Sahal bin Abdullah berkata: Tidak ada satu perkara yang lebih berat atas jiwa daripada niat ikhlas, karena ia (seakan-akan -red.) tidak mendapat bagian apapun darinya.
 
Sehingga Abu Sulaiman Ad-darani berkata: Beruntunglah bagi orang yang mengayunkan kaki selangkah, dia tidak mengharapkan kecuali mengharap ridha Allah!
 
Mereka juga sangat menjauhkan diri dari sifat-sifat yang dapat merusak keikhlasan, seperti gila popularitas, gila kedudukan, suka dipuji dan diangkat-angkat.
 
Ayyub As-Sikhtiyaani berkata: Seorang hamba tidak dikatakan berlaku jujur jika ia masih suka popularitas. Yahya bin Muadz berkata: Tidak akan beruntung orang yang memiliki sifat gila kedudukan. Abu Utsman Sa`id bin Al-Haddad berkata: Tidak ada perkara yang memalingkan seseorang dari Allah melebihi gila pujian dan gila sanjungan.
 
Oleh karena itulah ulama salaf sangat mewasiatkan keikhlasan niat kepada murid-muridnya. Ar-Rabi` bin Shabih menuturkan: Suatu ketika, kami hadir dalam majelis Al-Hasan Al-Bashri, kala itu beliau tengah memberi wejangan. Tiba-tiba salah seorang hadirin menangis tersedu-sedu. Al-Hasan berkata kepadanya: Demi Allah, pada Hari Kiamat Allah akan menanyakan apa tujuan anda menangis pada saat ini!
 
Salaf dan Taubat
 
Setiap Bani Adam pasti bersalah, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah yang segera bertaubat kepada Allah. Demikianlah yang disebutkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam  dalam sebuah hadits shahih. Generasi salaf adalah orang yang terdepan dalam masalah ini!
 
`Aisyah berkata: Beruntunglah bagi orang yang buku catatan amalnya banyak diisi dengan istighfar. Al-Hasan Al-Bashri pernah berpesan: Perbanyaklah istighfar di rumah kalian, di depan hidangan kalian, di jalan, di pasar dan dalam majelis-majelis kalian dan dimana saja kalian berada! Karena kalian tidak  tahu kapan turunnya ampunan!
 
Tangis Generasi Salaf
 
Generasi salaf adalah generasi yang memiliki hati yang amat lembut. Sehingga hati mereka mudah tergugah dan menangis karena takut kepada Allah Subhanahu wa Ta`ala. Terlebih tatkala membaca ayat-ayat suci Al-Qur`an.
 
Ketika membaca firman Allah: Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu (QS. Al-Ahzab : 33) `Aisyah menangis tersedu-sedu hingga basahlah pakaiannya.
 
Demikian pula Ibnu Umar , ketika membaca ayat yang artinya: Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka). (QS. Al-Hadid:16) Beliau menangis hingga tiada kuasa menahan tangisnya.
 
Ketika beliau membaca surat Al-Muthaffifin setelah sampai pada ayat yang artinya: Pada suatu hari yang besar, (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Rabb semesta alam. (QS. Al-Muthaffifiin : 5-6) Beliau menangis dan bertambah  keras tangis beliau sehingga tidak mampu meneruskan bacaannya.
 
Salaf dan Tawadhu`
 
Pernah disebut-sebut tentang tawadhu` di hadapan Al-Hasan Al-Bashri, namun beliau diam saja. Ketika orang-orang mendesaknya berbicara ia berkata kepada mereka: saya lihat kalian banyak bercerita tentang tawadhu`! Mereka  berkata: Apa itu tawadhu` wahai Abu Sa`id? Beliau menjawab: Yaitu setiap kali ia keluar rumah dan bertemu seorang muslim ia selalu menyangka bahwa orang itu lebih baik daripada dirinya.
 
Ibnul Mubarak pernah ditanya tentang sebuah masalah di hadapan Sufyan bin Uyainah, ia berkata: Kami dilarang berbicara di hadapan orang-orang yang lebih senior dari kami.
 
Al-Fudhail bin Iyadh pernah ditanya: Apa itu tawadhu`? Ia menjawab: Yaitu engkau tunduk kepada kebenaran!
 
Mutharrif bin Abdillah berkata: Tidak ada seorangpun yang memujiku kecuali  diriku merasa semakin kecil.
 
Salaf dan Sifat Santun
 
Pada suatu malam yang gelap Umar bin Abdul Aziz memasuki masjid. Ia melewati seorang lelaki yang tengah tidur nyenyak. Lelaki itu terbangun dan berkata: Apakah engkau gila! Umar menjawab: Tidak Namun para pengawal berusaha meringkus lelaki itu. Namun Umar bin Abdul Aziz mencegah mereka seraya berkata: Dia hanya bertanya: Apakah engkau gila! dan saya jawab:  Tidak.
 
Seorang lelaki melapor kepada Wahab bin Munabbih: Sesungguhnya Fulan telah mencaci engkau! Ia menjawab: Kelihatannya setan tidak menemukan  kurir selain engkau!
 
Salaf dan Sifat Zuhud

Yusuf bin Asbath pernah mendengar Sufyan Ats-Tsauri berkata: Aku tidak pernah melihat kezuhudan yang lebih sulit daripada kezuhudan terhadap kekuasaan. Kita banyak menemui orang-orang yang zuhud dalam masalah makanan, minuman, harta  dan pakaian. Namun ketika diberikan kekuasaan kepadanya maka iapun akan mempertahankan dan berani bermusuhan demi membelanya.
 
Imam Ahmad pernah ditanya tentang seorang lelaki yang memiliki seribu dinar apakah termasuk zuhud? Beliau menjawab: Bisa saja, asalkan ia tidak terlalu gembira bila bertambah dan tidak terlalu bersedih jika berkurang.
 
Demikianlah beberapa petikan mutiara salaf yang insya Allah berguna bagi kita dalam menuju proses penyucian jiwa. Semoga Allah senantiasa memberi kita kekuatan dalam meniti jejak generasi salaf dalam setiap aspek kehidupan.
 
(ditulis ulang dari Majalah As Sunnah Edisi 04/VI/1423H)
Seterusnya - Teladan dari Generasi Salaf

Rabu, 29 Desember 2010

Urgensi Amalan Hati

Kebanyakan orang memberi perhatian besar terhadap amalan-amalan dzohir. Kita dapati sebagian orang benar-benar berusaha untuk bisa sholat sebagaimana sholatnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, maka seluruh gerakan-gerakan sholat Nabi yang terdapat dalam hadits-hadits yang shahih berusaha untuk diterapkannya. Sungguh ini merupakan kenikmatan dan kebahagian bagi orang yang seperti ini. Bukankah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda :

صَلوُّا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِي أُصَلّي

"Sholatlah kalian sebagaimana aku sholat"


Demikian juga perihalnya dengan haji, kebanyakan orang benar-benar berusaha untuk bisa berhaji sebagaimana haji Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, sebagai bentuk pengamalan dari sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam:

لِتَأْخُذُوْا عَنِّي مَنَاسِكَكُمْ

"Hendaknya kalian mengambil manasik haji kalian dariku"


Akan tetapi…..

Ternyata banyak juga orang-orang yang memberi perhatian besar terhadap amalan-amalan yang dzohir –termasuk penulis sendiri- yang ternyata lalai dari amalan hati…

Sebagai bukti betapa banyak orang yang bisa jadi gerakan sholatnya seratus persen sama seperti gerakan sholat Nabi akan tetapi apakah mereka juga memberi perhatian besar terhadap kekhusyu'an dalam sholat mereka??

Bukankah Nabi bersabda

إِنَّ الرَّجُلَ لَيَنْصَرفُ؛ وَمَا كُتِبَ إِلا عُشُرُ صلاتِهِ، تُسُعُها، ثُمُنُها، سُبُعُها، سُدُسُها، خُمُسُها، رُبُعُها، ثلُثُها، نِصْفها

"Sesungguhnya seseorang selesai dari sholatnya dan tidaklah dicatat baginya dari pahala sholatnya kecuali sepersepuluhnya, sepersembilannya, seperdelapannya, sepertujuhnya, seperenamnya, seperlimanya, seperempatnya, sepertiganya, setengahnya"
(HR bu Dawud no 761 dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)

Al-Munaawi rahimahullah berkata

أَنَّ ذَلِكَ يَخْتَلِفُ بِاخْتِلاَفِ الأَشْخَاص بِحَسَبِ الْخُشُوْعِ وَالتَّدَبُّرِ وَنَحْوِهِ مِمَّا يَقْتَضِي الْكَمَالَ

"Perbedaan pahala sholat tersebut sesuai dengan perbedaan orang-orang yang sholat berdasarkan kekhusyu'an dan tadabbur (bacaan sholat) dan yang semisalnya dari perkara-perkara yang mendatangkan kesempurnaan sholat"
(Faidhul Qodiir 2/422)

Bukankah khusyuk merupakan ruhnya sholat??. Bukankah Allah tidak memuji semua orang yang sholat, akan tetapi hanya memuji orang beriman yang khusyuk dalam sholatnya??

Allah berfirman :

قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ (١)الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاتِهِمْ خَاشِعُونَ (٢

Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya
(QS Al-Mukminun : 1-2)

Hal ini dengan jelas menunjukan akan pentingnya amalan hati. Oleh karananya Ibnu Taimiyyah rahimahullah pernah berkata;

وَفِي الأَثَرِ أَنَّ الرَّجُلَيْنِ لَيَكُوْنُ مَقَامُهُمَا فِي الصَّفِّ وَاحِدًا وَبَيْنَ صَلاَتَيْهِمَا كَمَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ

"Dalam sebuah atsar bahwasanya sungguh dua orang berada di satu saf sholat namun perbedaan antara nilai sholat keduanya sebagaimana antara timur dan barat"
(Minhaajus Sunnah 6/137)



Sungguh merupakan perkara yang menyedihkan… banyak diantara kita yang memiliki ilmu yang tinggi, melakukan amalan-amalan dzohir yang luar biasa… akan tetapi dalam masalah amalan hati maka sangatlah lemah. Ada diantara mereka yang sangat mudah marah… sangat tidak sabar…kurang tawakkal…, yang hal ini menunjukkan lemahnya iman terhadap taqdiir. Tatkala datang perkara yang genting maka terlihat dia seperti anak kecil yang tidak sabar dan mudah marah… menunjukan lemahnya amalan hatinya. Meskipun ilmunya tinggi…, meskipun amalannya banyak.. akan tetapi ia adalah orang awam dalam masalah hati. Bahkan bisa jadi banyak orang awam yang jauh lebih baik darinya dalam amalan hati.



Renungan…


Renungkanlah hadits berikut ini sebagaimana dituturkan oleh Anas bin Malik radhiallahu 'anhu:

كُنَّا جُلُوسًا مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: " يَطْلُعُ عَلَيْكُمُ الْآنَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ " فَطَلَعَ رَجُلٌ مِنَ الْأَنْصَارِ، تَنْطِفُ لِحْيَتُهُ مِنْ وُضُوئِهِ، قَدْ تَعَلَّقَ نَعْلَيْهِ فِي يَدِهِ الشِّمَالِ، فَلَمَّا كَانَ الْغَدُ، قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، مِثْلَ ذَلِكَ، فَطَلَعَ ذَلِكَ الرَّجُلُ مِثْلَ الْمَرَّةِ الْأُولَى . فَلَمَّا كَانَ الْيَوْمُ الثَّالِثُ، قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، مِثْلَ مَقَالَتِهِ أَيْضًا، فَطَلَعَ ذَلِكَ الرَّجُلُ عَلَى مِثْلِ حَالِهِ الْأُولَى، فَلَمَّا قَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَبِعَهُ عَبْدُ اللهِ بْنُ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ فَقَالَ: إِنِّي لَاحَيْتُ أَبِي فَأَقْسَمْتُ أَنْ لَا أَدْخُلَ عَلَيْهِ ثَلَاثًا، فَإِنْ رَأَيْتَ أَنْ تُؤْوِيَنِي إِلَيْكَ حَتَّى تَمْضِيَ فَعَلْتَ ؟ قَالَ: نَعَمْ

"Kami sedang duduk bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, maka beliapun berkata : "Akan muncul kepada kalian sekarang seorang penduduk surga". Maka munculah seseorang dari kaum Anshoor, jenggotnya masih basah terkena air wudhu, sambil menggantungkan kedua sendalnya di tangan kirinya. Tatkala keesokan hari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengucapkan perkataan yang sama, dan munculah orang itu lagi dengan kondisi yang sama seperti kemarin. Tatkala keesokan harinya lagi (hari yang ketiga) Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam juga mengucapkan perkataan yang sama dan muncul juga orang tersebut dengan kondisi yang sama pula. Tatkala Nabi berdiri (pergi) maka Abdullah bin 'Amr bin Al-'Aash mengikuti orang tersebut lalu berkata kepadanya : "Aku bermasalah dengan ayahku dan aku bersumpah untuk tidak masuk ke rumahnya selama tiga hari. Jika menurutmu aku boleh menginap di rumahmu selama tiga hari?. Maka orang tersebut berkata, "Silahkan".

Anas bin Malik melanjutkan tuturan kisahnya :

وَكَانَ عَبْدُ اللهِ يُحَدِّثُ أَنَّهُ بَاتَ مَعَهُ تِلْكَ اللَّيَالِي الثَّلَاثَ، فَلَمْ يَرَهُ يَقُومُ مِنَ اللَّيْلِ شَيْئًا، غَيْرَ أَنَّهُ إِذَا تَعَارَّ وَتَقَلَّبَ عَلَى فِرَاشِهِ ذَكَرَ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ وَكَبَّرَ، حَتَّى يَقُومَ لِصَلَاةِ الْفَجْرِ . قَالَ عَبْدُ اللهِ: غَيْرَ أَنِّي لَمْ أَسْمَعْهُ يَقُولُ إِلَّا خَيْرًا، فَلَمَّا مَضَتِ الثَّلَاثُ لَيَالٍ وَكِدْتُ أَنْ أَحْقِرَ عَمَلَهُ، قُلْتُ: يَا عَبْدَ اللهِ إِنِّي لَمْ يَكُنْ بَيْنِي وَبَيْنَ أَبِي غَضَبٌ وَلَا هَجْرٌ ثَمَّ، وَلَكِنْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَكَ ثَلَاثَ مِرَارٍ: " يَطْلُعُ عَلَيْكُمُ الْآنَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ " فَطَلَعْتَ أَنْتَ الثَّلَاثَ مِرَارٍ، فَأَرَدْتُ أَنْ آوِيَ إِلَيْكَ لِأَنْظُرَ مَا عَمَلُكَ، فَأَقْتَدِيَ بِهِ، فَلَمْ أَرَكَ تَعْمَلُ كَثِيرَ عَمَلٍ، فَمَا الَّذِي بَلَغَ بِكَ مَا قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: مَا هُوَ إِلَّا مَا رَأَيْتَ . قَالَ: فَلَمَّا وَلَّيْتُ دَعَانِي، فَقَالَ: مَا هُوَ إِلَّا مَا رَأَيْتَ، غَيْرَ أَنِّي لَا أَجِدُ فِي نَفْسِي لِأَحَدٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ غِشًّا، وَلَا أَحْسُدُ أَحَدًا عَلَى خَيْرٍ أَعْطَاهُ اللهُ إِيَّاهُ . فَقَالَ عَبْدُ اللهِ هَذِهِ الَّتِي بَلَغَتْ بِكَ، وَهِيَ الَّتِي لَا نُطِيقُ

"Abdullah bin 'Amr bin al-'Aaash bercerita bahwasanya iapun menginap bersama orang tersebut selama tiga malam. Namun ia sama sekali tidak melihat orang tersebut mengerjakan sholat malam, hanya saja jika ia terjaga di malam hari dan berbolak-balik di tempat tidur maka iapun berdzikir kepada Allah dan bertakbir, hingga akhirnya ia bangun untuk sholat subuh. Abdullah bertutur : "Hanya saja aku tidak pernah mendengarnya berucap kecuali kebaikan. Dan tatkala berlalu tiga hari –dan hampir saja aku meremehkan amalannya- maka akupun berkata kepadanya : Wahai hamba Allah (fulan), sesungguhnya tidak ada permasalahan antara aku dan ayahku, apalagi boikot. Akan tetapi aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata sebanyak tiga kali  : Akan muncul sekarang kepada kalian seorang penduduk surga", lantas engkaulah yang muncul, maka akupun ingin menginap bersamamu untuk melihat apa sih amalanmu untuk aku contohi, namun aku tidak melihatmu banyak beramal. Maka apakah yang telah menyampaikan engkau sebagaimana sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam?". Orang itu berkata : "Tidak ada kecuali amalanku yang kau lihat". Abdullah bertutur : "Tatkala aku berpaling pergi maka iapun memanggilku dan berkata : Amalanku hanyalah yang engkau lihat, hanya saja aku tidak menemukan perasaan dengki (jengkel) dalam hatiku kepada seorang muslim pun dan aku tidak pernah hasad  kepada seorangpun atas kebaikan yang Allah berikan kepadanya". Abdullah berkata, "Inilah amalan yang mengantarkan engkau (menjadi penduduk surge-pen), dan inilah yang tidak kami mampui" (HR Ahmad 20/124 no 12697, dengan sanad yang shahih)

Perhatikanlah hadits yang sangat agung ini, betapa tinggi nilai amalan hati di sisi Allah. Sahabat tersebut sampai dinyatakan sebagai penduduk surga oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sebanyak tiga kali selama tiga hari berturut-turut. Padahal amalan hati yang ia lakukan –yaitu tidak dengki dan hasad- bukanlah amalan hati yang paling mulia, karena masih banyak amalan hati yang lebih mulia lagi seperti ikhlas, tawakkal, sabar, berhusnudzon kepada Allah, dan lain-lain. Namun demikian telah menjadikan sahabat ini menjadi penduduk surga. Padahal amalan dzohirnya sedikit, sahabat ini tidak rajin berpuasa sunnah dan tidak rajin sholat malam, akan tetapi yang menjadikannya mulia… adalah amalan hatinya.

Hadits ini juga menunjukan bahwa amalan hati jauh lebih berat daripada amalan dzohir. Semua orang bisa saja puasa, semua orang bisa saja bangun sholat malam, semua orang bisa saja sholat sesuai sunnah Nabi, semua orang bisa saja berpakaian sebagaimana yang disunnahkan oleh Nabi… akan tetapi ..:

-         Betapa banyak diantara kita yang tahu akan bahayanya riyaa namun masih saja terlena dengan kenikmatan semu riyaa', bangga tatkala dipuji hingga kepala membesar hampir sebesar gunung…

-         Betapa banyak diantara kita yang tahu akan bahaya 'ujub, akan tetapi tetap saja bangga dengan amalan dan karya sendiri…

-         Betapa banyak diantara kita sudah menghapalkan sabda Nabi "Janganlah marah…", akan tetapi hati ini susah untuk bersabar dan menerima taqdir Allah yang memilukan…

-         Betapa banyak diantara kita yang sudah mengilmui bahwasanya semua taqdir dan keputusan Allah adalah yang terbaik akan tetapi tetap saja bersuudzon kepada Allah…

-         Betapa banyak diantara kita yang sudah mengilmui dengan ilmu yang tinggi bahwasanya Allahlah yang mengatur dan memutuskan segala sesuatu, akan tetapi tetap saja tawakkalnya kurang kepada Allah..

-         Dan seterusnya..



Besar Kecilnya Nilai Amalan Dzohir Bergantung Dengan Amalan Hati


Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda

لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي فَلَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيفَهُ

"Janganlah kalian mencela para sahabatku, kalau seandainya salah seorang dari kalian berinfaq emas sebesar gunung Uhud maka tidak akan menyamai infaq mereka (kurma atau gandum sebanyak-pen) dua genggam tangan atau segenggam tangan"
(HR Al-Bukhari no 3673 dan Muslim no 221)

Perhatikanlah…tahukah para pembaca yang budiman bahwasanya gunung Uhud panjangnya sekitar 7 km dan lebarnya 2 sampai 3 km, dengan ketinggian sekitar 350 meter?. Tentunya kalau ada emas seukuran ini maka beratnya tibuan ton tentunya. Kalau kita memiliki emas sebesar itu..., apakah kita akan menginfakkannya??

Lantas kenapa para sahabat mendapat kemuliaan yang luar biasa ini?, mengapa ganjaran amalan mereka sangat besar di sisi Allah??

Al-Baydhoowi berkata :

مَعْنَى الْحَديْثِ  لاَ يَنَالُ أَحَدُكُمْ بِإنْفَاق مِثْلِ أُحُدٍ ذَهَبًا منَ الْفَضْلِ وَالأَجْرِ مَا يَنَالُ أَحَدُهُمْ بِإِنْفَاق مُدِّ طَعَامٍ أَوْ نَصِيْفِهِ وَسَبَبُ التَّفَاوُت مَا يُقَارِنُ الأَفْضَلَ منْ مَزِيْدِ الإِخْلاَصِ وَصِدْقِ النِّيَّةِ

"Makna hadits ini adalah salah seorang dari kalian meskipun menginfakan emas sebesar gunung Uhud maka tidak akan meraih pahala dan karunia sebagaimana yang diraih oleh salah seorang dari mereka (para sahabat) meskipun hanya menginfakan satu mud makanan atau setengah mud. Sebab perbedaan tersebut adalah karena (mereka) yang lebih utama (yaitu para sahabat) disertai dengan keikhlasan yang lebih dan niat yang benar" (sebagaimana dikutip oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Baari 7/34)

Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :

فَإِنَّ الْأَعْمَالَ تَتَفَاضَلُ بِتَفَاضُلِ مَا في الْقُلُوْبِ مِنَ الإِيْمَانِ وَالْإِخْلاَصِ، وَإِنَّ الرَّجُلَيْنِ لَيَكُوْنَ مَقَامُهُمَا فِي الصَّفِّ وَاحِدًا وَبَيْنَ صَلاَتَيْهِمَا كَمَا بَيْنَ السَّمَاء وَالْأَرْضِ

"Sesungguhnya amalan-amalan berbeda-beda tingkatannya sesuai dengan perbedaan tingkatan keimanan dan keikhlasan yang terdapat di hati. Dan sungguh ada dua orang yang berada di satu shaf sholat akan tetapi perbedaan nilai sholat mereka berdua sejauh antara langit dan bumi"
(Minhaajus sunnah 6/136-137)

Beliau juga berkata,

أَنَّ الْأَعْمَالَ الظَّاهِرَةَ يَعْظُمُ قَدْرُهَا وَيَصْغُرُ قَدْرُهَا بمَا في الْقُلُوْبِ، وَمَا فِي الْقُلُوْبِ يَتَفَاضَلُ لاَ يَعْرِفُ مَقَادِيْرَ مَا فِي الْقُلُوْبِ مِنَ الْإِيْمَانِ إِلاَّ اللهُ

"Sesungguhnya amalan-amalan lahiriah (dzohir) nilainya menjadi besar atau menjadi kecil sesuai dengan apa yang ada di hati, dan apa yang ada di hati bertingkat-tingkat. Tidak ada yang tahu tingkatan-tingkatan keimanan dalam hati-hati manusia kecuali Allah"
(Minhaajus Sunnah 6/137)

Oleh karenanya Allah berfirman

لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ

Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi Ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya (QS Al-Hajj : 37)

Tentunya banyak orang yang menyembelih hewan kurban, dan banyak pula yang menyembelih hewan hadyu (tatkala hajian), dan banyak pula orang yang bersedekah dengan menyembelih hewan, akan tetapi bukanlah yang sampai kepada Allah darah hewan-hewan tersebut akan tetapi yang sampai kepada Allah adalah ketakwaan yang terdapat di hati (lihat minhaajus sunnah 6/137)

Dari sini jelas bagi kita rahasia kenapa Allah menjadikan pahala sedikit infaq yang dikeluarkan oleh para sahabat lebih tinggi nilainya dari beribu-ribu ton emas yang kita sedekahkan. Sesungguhnya amalan-amalan hati para sahabat sangatlah tinggi, keimanan para sahabat sangatlah jauh dibandingkan keimanan kita. Mungkin kita bisa saja menilai amalan dzhohir seseorang, akan tetapi amalan hatinya tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah. Para sahabat yang luar biasa amalan dzohirnya bisa saja ada seorang tabiin yang meniru mereka akan tetapi yang menjadikan mereka tetap istimewa adalah amalan hati mereka yang sangat tinggi nilainya di sisi Allah.

Ibnu Taimiyyah berkata tentang para sahabat, "Hal ini (ditinggikannya pahala para sahabat-pen) dikarenakan keimanan yang terdapat dalam hati mereka tatkala mereka berinfaq di awal-awal Islam, dan masih sedikitnya para pemeluk agama Islam, banyaknya hal-hal yang menggoda untuk memalingkan mereka dari Islam, serta lemahnya motivasi yang mendorong untuk berinfaq. Oleh karenanya orang-orang yang datang setelah para sahabat tidak akan bisa memperoleh sebagaimana yang diperoleh para sahabat… oleh karenanya tidak akan ada seorangpun yang menyamai Abu Bakr radhiallahu 'anhu. Keimanan dan keyakinan yang ada di hatinya tidak akan bisa disamai oleh seorangpun. Abu Bakr bin 'Ayyaas berkata مَا سَبَقَهُمْ أَبُو بَكْرٍ بِكَثْرَةِ صَلاَةٍ وَلاَ صِيَامٍ وَلَكنْ بشَىْءٍ وَقَرَ في قَلْبِهِ "Tidaklah Abu Bakr mengungguli para sahabat yang lain dengan banyaknya sholat dan puasa akan tetapi karena sesuatu yang terpatri di hatinya"

Demikian pula para sahabat yang lain yang telah menemani Rasulullah dalam keadaan beriman kepada Nabi dan berjihad bersamanya maka timbul dalam hati mereka keimanan dan keyakinan yang tidak akan dicapai oleh orang-orang setelah mereka…

Sesungguhnya para ulama telah sepakat bahwasanya para sahabat secara umum (global) lebih baik dari para tabi'in secara umum. Akan tetapi apakah setiap individu dari para sahabat lebih mulia dari dari setiap individu dari generasi setelah mereka?, dan apakah Mu'aawiyah radhiallahu 'anhu lebih mulia daripada Umar bin Abdil Aziz rahimahullah??. Al-Qodhi Iyaadh dan ulama yang lain menyebutkan ada dua pendapat dalam permasalahan ini. Mayoritas ulama memilih pendapat bahwasanya setiap individu sahabat lebih mulia dari setiap individu dari generasi setelah mereka. Ini adalah pendapat Ibnul Mubarok, Ahmad bin Hnbal dan selain mereka berdua.

Diantara argumentasi mereka adalah amalan (dzohir) para tabi'in meskipun lebih banyak, sikap adilnya Umar bin Abdil Aziz lebih nampak dari pada sikap adilnya Mu'aawiyah, dan ia lebih zuhud daripada Mu'aawiyah, akan tetapi mulianya seseorang di sisi Allah adalah tergantung hakekat keimanannya yang terdapat di hatinya…mungkin bisa saja kita mengetahui amalan (dzohir) sebagian mereka lebih banyak dari pada sebagian yang lain, akan tetapi bagaimana kita bisa mengetahui bahwasanya keimanannya yang terdapat di hatinya lebih besar daripada keimanan hati yang lain..?"   (Minhaajus Sunnah An-Nabawiyyah 6/137-139)


Kota Nabi, 24 Muharram 1432 / 30 Desember 2010
Firanda Andirja
www.firanda.com
Seterusnya - Urgensi Amalan Hati

Senin, 20 Desember 2010

Syarat Agar Taubat Diterima

Memang manusia adalah tempatnya salah dan lupa. Namun manusia yang terbaik bukanlah manusia yang tidak pernah melakukan dosa sama sekali, akan tetapi manusia yang terbaik adalah manusia yang ketika dia berbuat kesalahan dia langsung bertaubat kepada Alloh dengan sebenar-benar taubat. Bukan sekedar tobat sesaat yang diiringi niat hati untuk mengulang dosa kembali. Lalu bagaimanakah agar taubat seorang hamba itu diterima?

Syarat Taubat Diterima
Agar taubat seseorang itu diterima, maka dia harus memenuhi tiga hal yaitu:
(1) Menyesal, (2) Berhenti dari dosa, dan (3) Bertekad untuk tidak mengulanginya.
Taubat tidaklah ada tanpa didahului oleh penyesalan terhadap dosa yang dikerjakan. Barang siapa yang tidak menyesal maka menunjukkan bahwa ia senang dengan perbuatan tersebut dan menjadi indikasi bahwa ia akan terus menerus melakukannya. Akankah kita percaya bahwa seseorang itu bertaubat sementara dia dengan ridho masih terus melakukan perbuatan dosa tersebut? Hendaklah ia membangun tekad yang kuat di atas keikhlasan, kesungguhan niat serta tidak main-main. Bahkan ada sebagian ulama yang menambahkan syarat yang keempat, yaitu tidak mengulangi perbuatan dosa tersebut. sehingga kapan saja seseorang mengulangi perbuatan dosanya, jelaslah bahwa taubatnya tidak benar. Akan tetapi sebagian besar para ulama tidak mensyaratkan hal ini.
Tunaikan Hak Anak Adam yang Terzholimi
Jika dosa tersebut berkaitan dengan hak anak Adam, maka ada satu hal lagi yang harus ia lakukan, yakni dia harus meminta maaf kepada saudaranya yang bersangkutan, seperti minta diikhlaskan, mengembalikan atau mengganti suatu barang yang telah dia rusakkan atau curi dan sebagainya.
Namun apabila dosa tersebut berkaitan dengan ghibah (menggunjing), qodzaf (menuduh telah berzina) atau yang semisalnya, yang apabila saudara kita tadi belum mengetahuinya (bahwa dia telah dighibah atau dituduh), maka cukuplah bagi orang telah melakukannya tersebut untuk bertaubat kepada Alloh, mengungkapkan kebaikan-kebaikan saudaranya tadi serta senantiasa mendoakan kebaikan dan memintakan ampun untuk mereka. Sebab dikhawatirkan apabila orang tersebut diharuskan untuk berterus terang kepada saudaranya yang telah ia ghibah atau tuduh justru dapat menimbulkan peselisihan dan perpecahan diantara keduanya.

Nikmat Dibukanya Pintu Taubat
Apabila Alloh menghendaki kebaikan bagi hamba-Nya, maka Alloh bukakan pintu taubat baginya. Sehingga ia benar-benar menyesali kesalahannya, merasa hina dan rendah serta sangat membutuhkan ampunan Alloh. Dan keburukan yang pernah ia lakukan itu merupakan sebab dari rahmat Alloh baginya. Sampai-sampai setan akan berkata, “Duhai, seandainya aku dahulu membiarkannya. Andai dulu aku tidak menjerumuskannya kedalam dosa sampai ia bertaubat dan mendapatkan rahmat Alloh.” Diriwayatkan bahwa seorang salaf berkata, “Sesungguhnya seorang hamba bisa jadi berbuat suatu dosa, tetapi dosa tersebut menyebabkannya masuk surga.” Orang-orang bertanya, “Bagaimana hal itu bisa terjadi?” Dia menjawab, “Dia berbuat suatu dosa, lalu dosa itu senantiasa terpampang di hadapannya. Dia khawatir, takut, menangis, menyesal dan merasa malu kepada Robbnya, menundukkan kepala di hadapan-Nya dengan hati yang khusyu’. Maka dosa tersebut menjadi sebab kebahagiaan dan keberuntungan orang itu, sehingga dosa tersebut lebih bermanfaat baginya daripada ketaatan yang banyak.”
***
Penulis: Abu Hudzaifah Yusuf
Artikel www.muslim.or.id
Seterusnya - Syarat Agar Taubat Diterima

Senin, 13 Desember 2010

10 PENGHALANG UNTUK MENGIKUTI KEBENARAN

RESENSI BUKU

BAB I
LATAR BELAKANG MASALAH

1.1 Profil Buku


Buku yang akan dibedah isinya ialah buku yang berlatar belakang Islam dengan judul "TABIR HIDAYAH" serta memiliki subtitle "10 PENGHALANG UNTUK MENGIKUTI KEBENARAN." 
Buku ini dikarang oleh Fariq Gasim Anuz, diterbitkan oleh Pustaka Imam Asy-syafi'I, Bogor pada tahun 2002. 
Buku ini memiliki tebal 80 lembar untuk isi dan 2 lembar untuk cover, didalamnya berisi tiga pokok masalah dan 12 sub pokok masalah. Buku dengan judul Tabir Hidayah ini mengambil referensi dari buku-buku al-imam ibnu Qayyim al-jauziah rahimahullah.

Adapun sinopsis dari buku ini selengkapnya sebagai berikut ".....Sesungguhnya orang-orang yang beriman sangat mendambakan untuk dapat meniti (dalam) kehidupan yang fana ini di atas jalan yang benar, di jalan keridhaan-nya. Segala macam tantangan dan rintangan menghadang kita gagal meraih cita-cita mulia, dari dalam diri kita sendiri datang tantangan berupa hawa nafsu yang cenderung keburukan, ditambah dengan musuh-musuh dari luar berupa syaitan-syaitan dari jin dan manusia yang bekerja mati-matian siang dan malam untuk menyesatkan manusia dari jalan kebenaran. Mereka bekerja sama dan saling tolong menolong dalam hal dosa dan permusuhan. "

Adapun harapan dari penulis untuk para pembacanya bahwasannya buku ini bisa memberikan pelajaran yang berharga bagi kita, dijadikan sebagai bahan introspeksi diri dan bukan untuk menilai orang lain, sementara kita lupa akan kekurangan dan kelemahan diri sendiri yang tidak sedikit jumlahnya.


1.2 Masalah Pokok

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, buku ini memiliki tiga masalah pokok, diantaranya:
  1. Sepuluh Penghalang untuk Mengikuti kebenaran
  2. Bahaya Ambisi Terhadap Harta dan Kehormatan
  3. Beberapa Penyebab Zuhud

1.3 Sub Pokok Masalah

Mengenai sub pokok masalahnya pada buku ini memiliki 12 butir dengan rincian 10 butir dari pokok masalah tentang Sepuluh penghalang untuk mengikuti kebenaran yang rinciannya sebagai berikut:
  1. Kurangnya ilmu dan lemahnya pemahaman tentang kebenaran tersebut
  2. Hati yang kotor akibat maksiat
  3. Sombong dan dengki
  4. Lebih mencintai kehormatan dari pada kebenaran
  5. Syahwat dan harta
  6. Cinta kepada keluarga dan karib kerabat melebihi cintanya kepada kebenaran
  7. Lebih mencintai negara dan tanah air dari pada mencintai kebenaran
  8. Mencintai nenek moyang melebihi cintanya kepada kebenaran
  9. Adanya permusuhan antara seseorang dengan yang lain, kemudian musuhnya mengikuti kebenaran
  10. Penghalang berupa adat istiadat
Kemudian untuk dua butirnya lagi berasal dari pokok masalah Bahaya ambisi terhadap harta, serta dalam sub masalah ini terdapat sub masalah selanjutnya, seperti berikut

Ambisi terhadap harta
Sangat cinta terhadap harta dan memforsir diri serta berlebih-lebihan dalam mencarinya, meskipun dengan jalan yang halal
Disamping yang pertama, dia mencari dari jalan yang haram dan menahan hak-hak yang wajib ia berikan kepada orang lain

Ambisi terhadap kehormatan
Mencari kehormatan melalui jabatan, kekuasaan dan harta
Mencari kehormatan dan kedudukan yang tinggi di mata manusia melalui jalan agama, seperti ilmu, amal shalih dan juhud


BAB II
PEMBAHASAN

Sepuluh Penghalang untuk Mengikuti Kebenaran


Ini merupakan suatu jawaban atas adanya masalah yang selama ini menggelayuti kehidupan manusia sebagai suatu penghalang untuk mencapai kemaslahatan dunia dan akhirat.

Setiap muslim pasti menginginkan agar dalam hidup di dunis ini dirinya benar-benar berada diatas jalan yang haq atau di atas Shirathal Mustaqim, bahkan kita selaluberdoa kepada Allah dalam shalat kita minimal tujuh belas kali sehari dengan doa: "Ihdinash shirathal mustaqim (Berilah kami petunjuk ke jalan yang lurus)."

Itulah doa yang selalu kita panjatkan, agar kita dapat tetap berjalan di atas kebenaran, mengikuti jalan Islam yang haq, untuk taat kepada Allah,Untuk meninggalkan perbuatan maksiat kepada-Nya, untuk mengikuti jejak Rasullallah dan para sahabatnya, untuk menjauhi segala bentuk bid'ah dan kesesatan, untuk merealisasikan itu semua tidaklah mudah, karena dia harus menghadapi banyak rintangan dan godaan yang selalu menghalanginya dari kebenaran tersebut.

Di antaranya terdapat sepuluh sebab yang menghalangi manusia untuk mengikuti kebenaran, antara lain sebagai berikut:

Kurangnya ilmu dan lemahnya tentang kebenaran tersebut

Kita telah mengetahui, bahwa seorang muslim wajib untuk menuntut ilmu, karena ilmu adalah cahaya, sedangkan kebodohan ialah kegelapan. Dengan ilmu ia dapat membedakan mana yang haq dan mana yang bathil. Rasullulah berseru bahwa "Menuntut ilmu itu ialah kewajiban bagi semua muslim."

Ada duajenis tentara kebatilan yang masuk ke dalam hati manusia, yaitu para tentara syahwat yang durjana dan tentara syubhat yang bathil. Orang yang hatinya condong pada syubhat, maka hati, lisan amalan-amalannya berupa keraguan, syubhat-syubhat dan tendensi-tendensi hawa nafsu. Adapun orang yang jahil (bodoh) menyangka bahwa orang tersebut memiliki ilmu yang sangat luas! Padahal sesungguhnya kosong dari ilmu dan keyakinan.

Adapun orang-orang yang diberikarunia oleh Allah berupa bashirah dapat menyingkap hakekat dibalik segalasesuatu apakah berupa kebenaran atau kebatilan.. Apabila kita hendak menelaah hakekat suatu pengertian, apakah dia itu haq atau bathil, lepaskanlah dari semua pengaruh ungkapan kata-kata, lepaskan diri kita dari sikap apriori aau simpati, kemudian setelah itu berikan akal haknya untuk mempertimbangkan hal tersebut dengan pertimbangan yang obyektif.

Hati yang kotor akibat maksiat

Al-Imam Ibnu Qayyim mengatakan: "Biasa jadi pengetahuan dia tentang ilmu tersebut sempurna, tetapi tidak cukup dengan ilmu pengetahuan saja untuk bisa mengikuti kebenaran. Ada syarat lain, yaitu harus bersih atau dia itu telah siap untuk menerima kebenaran, siap untuk dibersihkan. Apabila dia sendiri belum dibersihkan, maka kebenaran yang datang akan sulit diterima, apalagiuntuk diikuti. "

Dalam hal ini hati manusia dimana bila ia banyak berbuat dosa dan maksiat, jauh dari aturan-aturan Allah, maka hatinya menjadi kotor.Bila perbuatan itu terus-terusan terjadi maka ia tidak mengenal lagi mana yang baik dan yang munkar, selanjutnya ilmu yang dimilikinya pun tidak akan bermanfaat lagi.

Sombong dan dengki

Sombong dan dengki menghalangi manusia untuk mengikuti kebenaran. Oleh karena itu hati kita harus dibersihkan dari sifat sombong. Adapun hal yang menyebabkan manusia bersifat sombong antara lain, karena ia merasa memiliki ilmu, baik ilmu dunia maupun ilmu agama yang lebih dari yag lainnnya. Selain itu ialah harta, keturunan, ketampanan dan kecantikan. Untuk mengendalikan hal itu kita harus senantiasa ingat bahwa kita ini manusia, tempatnya berbuat salah dan dosa serta diciptakan dari tanah dan tidak ada keunggulan darinya selain keimanan dan ketaqwaan kepada Allah swt yang hanya Allah-lah tyang tahu siap manusia bertaqwa.

Selain itu sifat buruk yang akan menghalangi kebenaran ialah sifat dengki. Pada sifat ini akan merugikan diri sediri dan orang lain. Dimana dirinya akan merasa tersiksa karena hatinya selalu tidak tenang bila melihat orang lain senang atau mendapat kebakan dan merugikan orang lain karena orang yang dengki akan melakukan apa saja untuk mencegah kebahagiaan atau kebenaran yang didapatkan oleh orang lain.

Lebih mencintai kehormatan dari pada kebenaran

Hal ini terjadi pada orang yang tidak ingin kehilangan kewibawaannya bila ia mengikuti jalan yang benar karena kebanyakan orang-orang berada di luar jalan yang benar. Maka solusinya ialah menguatkan hati untuk tetap istiqomah dijalan kebenaran apapun resiko yang akan dihadapi.

Syahwat dan harta

Syahwat dan harta bila tidak dikendalikan dengan baik makaakan menimbulkan mala petaka pada orang yang bersangkutan dimana ia akan terhalang dari kebenaran. Godaan syahwat bisa dicontohkan bila mana seorang muslim ataupun muslimah yang digelapkan mata hatinya karena jatuh cinta pada orang diluar Islam sehingga ia rela untuk meninggalkan keislamannya. Sedangkan contoh harta yang membawa petaka ialah bila mana kita lebih mengutamakan harta kita dibandingkan kebenaran yang harus dijalankan. Jalan yang harus kita tempuh untukmenghindari hal tersebut ialah bersabar dalam keadaan apapun tetap yakin bahwa kebenaran akan membawa kebahagiaan yang abadi.

Cinta kepada keluarga dan karib kerabat melebihi cintanya kepada kebenaran

Jika kita akan mengikuti kebenaran yang harus berbenturan dengan keluarga atau dengan karib kerabat,dipastikan akan mengalami masa-masa sulit. Dimana hal ini akan menjadi sebuah dilema bagi seseorang yang mengalaminya dimana dua hal yang paling penting dalam hidupnya harus dipilih salah satu jalan kebenarankah atau keluarga yang akan dipilih. Namun bila orang tersebut benar-benar memiliki keimanan yang kuat maka dipastikan ia akan memilih jalan kebenaran sebagai pilihan utamanya dengan menyadari berbagai resiko atau konsekuensi yang akan dihadapi.

Lebih mencintai negara dan tanah air dari pada mencintai kebenaran

Pada bagian ini menerangkan tentang seseorang yang lebih memilih negara dan tanah airnya dari pada menjalankan apa yang seharusnya dilakukan menurut islam. Biasanya kenyataan seperti ini rentan pada orang yang imannya masih lemah. Oleh karena itu untuk menghindari masalah ini maka pertebalah keimanan kita terhadap Islam.

Mencintai nenek moyang melebihi cintanya kepada kebenaran

Seseorang pada pikirannya memiliki keyakinan kalau dia mengikuti dien yang Islam benar, berarti ia melecehkan nenek moyangnya. Sehingga karena kecintaannya kepada nenek moyangnya itu ia tidak bisa menerima Islam.

Contoh nyata kasus ini pada jaman Rasullullah SAW dimana paman Nabi , yaitu Abu Thalib yang meyakini bahwa Nabi Muhammad itu benar ajarannya, bahkan ia selalu membela dan melindungi Rasullullah SAW dari gangguan orang-orang kafir. Akan tetapi ia sangat mencintai nenek moyangnya dari kalangan kafir yang menyembah berhala. Ketika menjelang meninggalnya pun, Nabi Muhammad SAW Bersabda: "Katakanlah, Laa ilaha illallah, maka engkau akan selamat " Akan tetapi ada dua orang musyrikin yang hadir dihadapannya. Mereka berkata kepada Abu Thalib : "Apakah Engkau benci kepada Agama nenek moyang kita?" Akhirnya ia mati dalam keadaan musyrik.

Adanya permusuhan antara seseorang dengan yang lain, kemudian musuhnya mengikuti kebenaran

Disebabkan oleh adanya permusushan pribadi antara seseorang dengan musuhnya, pada akhirnya orang tersebut tidak mau mengikuti kebenaran seperti musuhnya. Hal ini disebabkan oleh tabiat orang yang bermusuhan itu, masing-masing selalu ingin tampil berbeda dengan musuhnya. Misal seseorang menjadi tidak berkenan untuk pergi ke majelis ta'lim karena musuhnya pun pergi kemajlis ta'lim. Seharusnya hal yang seperti ini tidak perlu terjadi karena kita harus memiliki pegangan teguh terhadap jalan kebenaran walaupun musuhnya pun melakukan hal serupa. Sebagaimana Sabda Allah SWT dalam QS. Al-Hujuraat:10 yang berbunyi "Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, maka damaikanlah diantara kedua saudaramu. " Hal yang harus diperhatikan dalam menanggapi masalah ini ialah mencoba mengintrospeksi diri serta berpikiran obyektif kepada diri sendiri dan orang lain serta berlaku benar pada semua.

Penghalang berupa adat istiadat

Seseorang sejak keciltelah terbiasa menjalankan ajaranyang bersumber dari adat istiadat sehingga sudah mendarah daging, kemudian datang seorang pemuka agama Islam yang harus merubahnya, membawanya untuk mengikuti Al-Quran dan As-Sunnah, maka usaha ini bukanlah perkara yang mudah. Seorang juru dakwah harus membekali dirinya dengan sabar dalam merubah pola pikir orang-orang yang didakwahinya. Harus dipahami, bahwa untuk merubah tingkah laku seseorang itu perlu waktu, tidak semudah yang kita kira. Di sini dituntut adanya kesabaran . Demikian juga seseorang yang sudah terbiasa mengikuti adat-istiadat harus bisa meninggalkannya apabila ternyata bertentangan dengan syari'at Islam. Diperbolehkan untuk mengikuti adat istiadat selamaitu tidak bertentangan dengan syariat Islam. Adapun Firman Allah SWT yang menyatakan tentang adat istiadat ialah pada QS. Al-An'aam:116 yang berbunyi "Dan jika kamu menuruti kebanyakanorang-orang yang adadimuka bumi ini, niscaya
mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah)."

Bahaya Ambisi terhadap Harta dan Kehormatan

Seperti yang tertera dalam sebuah hadis dari Ka'ab Malik al-Anshari bahwasannya Nabi Muhammad SAW mencontohkan kerusakan pada dien seorang muslim dengan sebab ambisi terhadap harta dan kehormatan di dunia. Hadis ini mengisyaratkan, bahwa orang yang berambisi terhadap harta dan kehormatan tidak akan selamat dari keutuhan keislamannya, kecuali hanya sedikit yang selamat.

Ambisi terhadap harta

Ambisi terhadap harta terbagi menjadi dua, antara lain sebagai berikut:

Sangat cinta terhadap harta dan memforsir diri serta berlebih-lebihan dalam mencarinya meskipun dengan cara yang halal

Walaupun akibat yang muncul dari ambisi terhadap harta hanyalah tersia-sianya waktu dalam hidup ini, padahal hal yang memungkinkan bagi manusia untuk memanfaatkan waktu tersebut untuk mencapai kedudukan yang yang lebih tinggi dan kenikmatan yang abadi di sisi Allah SWT, cukuplah hal tersebut sebagai celaan terhadap perbuatan ambisi terhadap harta.

Disamping yang pertama, dia mencari harta dari jalan-jalan yang haram dan menahan hak-hak yang wajb ia berikan kepada orang lain

Ada beberapa hakikat pada bahasan ini antara lain, Hakekat asy-syuhh ialah kecenderungan jiwa kepada apa-apa yang diharamkan oleh Allah dan tidak puasnya seseorang dari apa-apa yang dihalalkan oleh Allah, baik berupa harta, hubungan seksual dan selainnya. Kemudian setelah itu ia melampaui batas dengan melakukan perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT.

Sedangkan Al-bukhlu merupakan menahan diri dari mengeluarkan harta yang dimilikinya.

Ambisi terhadap kehormatan

Ambisi terhadap kehormatan dibagi menjadi dua macam:

Mencari Kehormatan melalui jabatan, kekuasaan dan harta
Ketahuilah, bahwa ambisi terhadap kehormatan sangat membahayakan pelakunya, dalam usahanya dalam mencapai tujuan, juga sangat membahayakan pelakunya, ketika telah mendapatkan kehormatan di dunia, dengan cara mempertahankan statusnya meskipun harus melakukan kezhaliman, kesombongan dan kerusak-rusakan yang lain, sebagaimana dilakukan oleh penguasa yang zhalim.
Diantara bahaya dari ambisi terhadap kehormatan adalah biasanya orang yang memiliki kehormatan karena harta atau kekuasaannya, ia akan suka dipuji karena perbuatannya dan ia menginginkan pujian dari manusia, meskipun terkadang perbuatan itu lebih tepat disebut sebagai perbuatan tercela dari pada perbuatan terpuji. Orang yang tidak mengikuti keinginannya, dia tidak segan-segan menyakiti dan menterornya.

Mencari kehormatan dan kedudukan yang tinggi di mata manusia melalui jalan agama, misalnya seperti; ilmu, amal shalih dan zuhud
Bentuk seperti ini lebih keji dari yang pertama, lebih buruk, lebih berbahaya dan lebih besar kerusakannya. Karena sesungguhnya ilmu, amal shalih dan zuhud hanyalah dimaksudkan untuk mendapatkan ganjaran di sisi Allah SWT, berupa kedudukan yang tinggi, kenikmatan yang langgeng dan kedekatan dengan-Nya. Pada bagian ini pun terbagi dua, antara lain sebagai berikut:
Dimaksudkan untuk mencari harta. Ini termasuk ke dalam ambisi terhadap harta dan mencarinya dengan jalan yang diharamkan.
Dimaksudkan untuk mencari pengaruh pada manusia dan agar dihormati oleh mereka, agar mereka tunduk patuh kepadanya, agar ia menjadi pusat perhatian manusia, untuk menampakan kepada manusia kelebihan ilmunya melampaui para ulama, maka orang seperti ini bagiannya adalah neraka.

Beberapa Penyebab Zuhud

Untuk memperoleh sikap zuhud, terdapat beberapa sebab, diantaranya:

  • Dengan merenungi tentang akibat buruk di akhirat dengan sebab kehormatan dunia, berupa jabatan dan kekuasaan bagi orang yang tidak melaksanakan tugasnya dengan benar.
  • Dengan merenungi tentang hukuman yang diperoleh bagiorang-orang yang zhalim dan sombong.
  • Dengan merenungi tentang pahala yang akan didapatkan oleh orang-orang yang ketika di dunia rendah hati,ikhlas karena Allah, yaitu dengan mendapatkan derajat yang tinggi di akhirat, karena sesungguhnya, barangsiapa yang rendah hati karena Allah, niscaya Allah akan mengangkat derajatnya.
Zuhud didapat bukan karena kemampuan seorang hamba, akan tetapi merupakan karunia Allah dan rahmat-Nya. Orang yang zuhud akan memperoleh kehidupan yang baik di dunia sesuai dengan janji Allah kepada orang-orang yang beriman dab beramal shalih.

BAB III
TANGGAPAN DAN SARAN

3.1 Tanggapan


Dalam pemaparan isi buku diatas bila dilihat dari segi penulisan pokok masalah dan sub pokok masalah insyaallah akan mudah dipahami oleh berbagai kalangan masyarakat Islam dimana pokok masalahnya ditampilkan secara lugas, misal "sepuluh penghalang untuk mengikuti kebenaran." Kita dapat perhatikan bahwa pemilihan katanya mudah dimengerti, lalu maknanya jelas yaitu mengenai penghalang menuju jalankebenaran baik eksternal maupun internal.

Namun apabila kita melihatnya dari sudut pandang isi dari buku tersebut ada beberapa bagian kekurangan misal dalam penulisan kataseprti "tolak ukur" ditulis tolok ukur. Penyajian penulisannya yang kurang menarik sehingga membawa efek bosan.

3.2 Saran

Adapun beberapa saran yang ditujukan untuk penulis, antara lain:

Penyajian isi buku agar lebih tampil menarik lagi, seperti diberi background, jarak spasinya jangan terlalu dekat, memberikan pemilihan kata yang mudah dimengerti oleh berbagai pihak.

Istilah-istilah asingnya lebih diperjelas lagi maknanya, memberikan penjelasan yang lebih lengkap lagi.

Sumber
Seterusnya - 10 PENGHALANG UNTUK MENGIKUTI KEBENARAN

Agar Hati Menjadi Lembut

Pertanyaan :

Syeikh yang mulia, saya merasakan hati saya keras. sehingga saking kerasnya apabila salah seorang kerabatku wafat saya tidak menangis, saya tidak meneteskan air mata kecuali setelah berusaha keras. apakah kerasnya hatiku seperti ini menyebabkan sholatku tidak diterima? begitu juga dengan puasaku dan amalan-amalan lain. dan apakah ini karena kurangnya keimananku ya syeikh yang mulia. Apakah jika saya bersedekah kepada orang-orang fakir bisa melembutkan hatiku?

Jawaban :

Benar, sebagian manusia memiliki hati yang keras tidak ada kelembutan di dalamnya. maka engkau mendapatkannya tidak khusyu' sekalipun ditimpa musibah yang sangat besar - kita memohon keselamatan kepada Allah - . ya .. hatinya keras bagai membatu atau lebih keras dari batu.

di antara penyebab lembutnya hati membaca Al-Qur'anul Karim. sesungguhnya ia melembutkan hati apabila seseorang membacanya dengan tadaddur dan perenungan berdasarkan firman Allah Ta'ala,

artinya, "Kalau kami turunkan Al-Qur'an ini kepada gunung niscaya engkau melihatnya khusyu' dan terbelah karena takut kepada Allah".

di antara perkara yang dapat melembutkan hati; membaca Siroh Nabawiyyah semoga sholawat yang paling utama dan salam yang paling sempurna senantiasa berlimpah untuk pemiliknya.

membaca siroh nabawiyyah memberikan bekas dan pengaruh yang menakjubkan pada hati. karena seorang itu menjadi ingat dan merasa seolah-olah ia bersama para sahabat sehingga hatinya melembut.

di antara perkara yang dapat melembutkan hati adalah mengasihi anak-anak dan bersikap lembut kepada mereka. sesungguhnya itu melembutkan hati dan memberikan pengaruh yang ajaib pada hati. oleh karena itu Nabi shollallahu 'alaihi wa sallama bersabda,

"Kasihilah yang ada di bumi, niscaya yang dilangit mengasihimu".

di antara perkara yang dapat melembutkan hati, mendengarkan mau'izhoh (nasehat) dan bait-bait syair yang menghidupkan hati. oleh karena itu engkau dapatkan seseorang apabila mendengarkan bait-bait syair hatinya tersentuh dan matanya menangis.

dan di antara perkara yang dapat melembutkan hati menghadirkan hati dalam sholat. sesungguhnya itu dapat melembutkan hati. kita memohon kepada Allah supaya Dia melembutkan hati kita untuk mengingat-Nya dan melindungi kita dari kerasnya hati".

( Fataawaa Nuurun 'Alad Darbi Syeikh Al-'Allaamah Muhamad bin Sholeh Al-'Utsaimin, kaset no. 373)  dikutip dari Hati Bening
Seterusnya - Agar Hati Menjadi Lembut